Minggu, 21 Januari 2018

Upacara Adat Jakarta (Betawi)

  • Perkawinan 
Pada umumnya masyarakat Betawi menikah dengan orang yang masih memiliki hubungan keluarga. Pada masyarakat Marunda kebiasaan tersebut bertahan karena adanya kepercayaan masyarakat bahwa perkawinan dengan orang luar kurang dibenarkan dan dapat menimbulkan malapetaka. Akan tetapi, kebiasaan tersebut sudah mulai terkikis seiring dengan perkembangan zaman.
Adapun prosedur sebelum terlaksananya perkawinan adalah dengan perkenalan langsung antara pemuda dan pemudi. Jika sudah ada kecocokan. Orang tua pemuda melamar ke orang tua si gadis. Jika kedua belah pihak setuju, mereka menentukan hari untuk mengantarkan uang belanja-kawin yang biasanya diwakilkan kepada orang lain, yaitu kerabat kedua belah pihak. Pada hari yang telah ditentukan, dilakukan upacara perkawinan. Setelah akad nikah, pemuda kembali ke orang tuanya, demikian pula dengan si gadis.

upacara palang pintu perkawinan adat betawi

Beberapa waktu kemudian diadakan upacara besanan. Pengantin laki-laki diarak ke rumah pengantin wanita. Melalui upacara kenal jawab dengan irama pantun, diiringi dengan irama rebana dan lagu-lagu marhaban, pengantin laki-laki diperkenankan masuk rumah untuk menemui pengantin wanita dan duduk bersanding. Sesudah upacara ini maka pengantin wanita dapat mengikuti suaminya kembali ke rumahnya.

Adu silat adalah salah satu adegan yang selalu muncul pada palang pintu perkawinan. Palang pintu perkawinan adalah salah satu prosesi yang harus dilalui oleh kedua mempelai menjelang pernikahannya. Upacara pernikahan diawali dengan arak—arakan calon pengantin pria menuju rumah calon istrinya. Dalam arak-arakan itu, selain iringan rebana ketimpring juga diikuti barisan sejumlah kerabat yang membawa sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang melambangkan kesetiaan abadi, sayur-mayur, uang, jajanan khas Betawi, dan pakaian.

Tradisi palang pintu ini merupakan pelengkap saat pengantin pria yang disebut "tuan raja mude” hendak mernasuki rumah pengantin wanita atau ”tuan putri". Awalnya kedua belah pihak saling bertukar salam. Lama kelamaan situasi memanas karena pihak pengantin perempuan ingin menguji kesaktian dan juga kepandaian pihak pengantin laki-laki dalam berilmu silat dan mengaji. Dengan demikian pasti terjadi baku hantam dan pihak laki-laki pasti menang. Usai memenangkan pertarungan, pengantin perempuan meminta pihak 1aki-laki untuk memamerkan kebolehannya dalam membaca Alquran. 

  • Upacara Sedekah laut     
Upacara ini dilakukan sebagai persembahan kepada penguasa laut agar pada saat para nelayan turun ke laut mencari ikan tidak mendapat gangguan.

upacara sedekah laut adat betawi

  • Upacara Tamatan Qur'an


Orang-orang Betawi lazim menyebut bahwa seorang anak yang telah menyelesaiakan pembacaan kitab suci Al- Qur’an atau Khatam Al- Qur’an sebagai Tamatan Qur’an. Pada tahap dimana seseorang anak telah berhasil dengan baik membaca Al-Qur’an atau telah Khatam Al Qur’an maka, dia dianggap telah memahami ajaran Islam dengan baik. Maka dalam adat Betawi wajib digelar upacara Tamatan Qur’an. Upacara Tamatan Qur’an biasanya digelar sebagai wujud syukur ketika seorang telah selesai menempuh dan memperoleh pendidikan agama sehingga diharapkan di kemudian hari ilmu tersebut bermanfaat untuk membimbing akhlak maupun perilakunya di tengah masyarakat.

Prosesi Upacara Tamatan Qur’an. Anak yang sudah menyelesaian bacaan Al Quran atau calon tamatan Qur'an disebut juga sebagai anak yang akan disunat. Pada hari diadakannya upacara Tamatan Qur’an, sang anak akan didandani dengan memakai gamis putih lengkap dengan topi hajinya. Lalu anak yang akan disunat diantar keluaganya ke tempat ia ngaji. Di tempat ngaji ini, anak yang disunat sudah ditunggu oleh guru ngajinya dan teman-teman dan juga tukang ngarak yang terdiri dari rombongan pemain rebana ketimpring.

Dalam upacara Tamatan Qur’an juga ada acara kenduri. Peserta yang tidak lain adalah teman-teman anak yang disunat yang terdiri dari anak-anak yang telah menyelesaikan kitab Juz ‘Amma. Anak laki-laki dan perempuan yang hadir ini berusia antara tujuh sampai sepuluh tahun. Mereka didampingi kedua orangtua masing-masing dan mengenakan pakaian adat atau kalau sekarang mengenakan busana muslim dan muslimah.

Waktu pelaksanaannya upacara Tamatan Qur’an bisa dilakukan sore hingga malam hari. Selain kenduri, dalam upacara Tamatan Qur’an biasanya diselilingi pula oleh ceramah agama baik yang disampaikan guru ngaji sang anak ataupun ulama lainnya. Setelah semua prosesi selesai tibalah waktu pelepasan dimana sang guru akan mengembalikan sang anak yang disunat kepada orang tuanya untuk selanjutnya diarak pulang ke rumahnya.

Ketentuan untuk Menjadi Tamatan Qur’an. Seseorang yang menentukan bahwa seorang murid sudah layak dikategorikan sebagai Tamatan Qur’an atau tidak adalah guru ngajinya sendiri karena memang guru ngajilah yang mengajarkan dan mengamati secara intensif proses pembelajaran agama mereka. Murid yang dianggap sudah tamat akan dipanggil dan gurunya akan mengatakan bahwa ia sudah tamat. Selamatan atau kenduri menandakan tamatnya si anak dalam pengajian Al-Qur' an-nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar